Hi, Lykkers! Dalam dunia parenting, gaya pengasuhan orang tua memegang peran besar dalam membentuk karakter anak.


Salah satu gaya yang sering menimbulkan pro dan kontra adalah strict parenting atau pola asuh ketat.


Sebagian orang menganggapnya sebagai metode yang efektif untuk menanamkan disiplin, sementara yang lain menilainya berlebihan dan berpotensi merugikan perkembangan anak.


Lalu, sebenarnya strict parenting itu seperti apa? Apakah lebih banyak manfaat atau justru bahayanya?


Apa Itu Strict Parenting?


Strict parenting adalah pola asuh di mana orang tua menerapkan aturan yang sangat tegas, terkadang kaku, dengan sedikit ruang kompromi. Anak dituntut untuk selalu patuh, sementara kesalahan seringkali mendapat hukuman. Fokus utamanya adalah kepatuhan, tanggung jawab, serta pencapaian prestasi.


Contoh sederhana dari pola ini antara lain jam tidur yang tidak boleh dilanggar, target nilai tinggi di sekolah, hingga aturan rumah tangga yang ketat.


Kelebihan Strict Parenting


Meskipun sering dianggap keras, strict parenting tidak sepenuhnya buruk. Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh anak, di antaranya:


1. Menumbuhkan Disiplin


Anak terbiasa mengikuti aturan dan tahu batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal ini bisa membentuk kebiasaan baik seperti manajemen waktu yang teratur.


2. Meningkatkan Prestasi Akademik


Orang tua yang ketat biasanya mendorong anak untuk meraih nilai tinggi. Tekanan ini bisa memacu motivasi anak agar lebih giat belajar.


3. Anak Lebih Bertanggung Jawab


Dengan adanya aturan jelas, anak belajar tentang konsekuensi dari setiap tindakan yang mereka lakukan.


Dampak Negatif Strict Parenting


Namun, di balik kelebihannya, pola asuh ketat juga memiliki sejumlah risiko yang perlu dipertimbangkan:


1. Menurunkan Rasa Percaya Diri


Anak yang selalu ditekan dan dikritik bisa merasa kurang berharga. Mereka terbiasa mencari validasi dari orang lain dan takut mengambil keputusan sendiri.


2. Hubungan Orang Tua–Anak Kurang Hangat


Fokus yang terlalu besar pada aturan membuat komunikasi emosional sering terabaikan. Anak mungkin merasa jauh dari orang tua dan sulit terbuka tentang perasaan mereka.


3. Risiko Pemberontakan


Aturan yang terlalu kaku bisa memicu perlawanan. Beberapa anak justru mencari cara untuk melanggar aturan secara diam-diam.


4. Stres dan Kecemasan


Tekanan untuk selalu sempurna dapat menimbulkan stres berlebihan. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak pada kesehatan mental anak.


Menemukan Keseimbangan


Pola asuh ketat sebenarnya bisa menjadi efektif jika disertai dengan kasih sayang dan komunikasi yang baik. Anak memang membutuhkan aturan, tetapi juga perlu ruang untuk berekspresi dan merasa didukung.


Pendekatan yang lebih seimbang sering disebut sebagai authoritative parenting, yaitu menggabungkan disiplin dengan empati. Dalam pola ini, orang tua tetap memberikan batasan jelas, namun juga mendengarkan pendapat anak dan memberikan dukungan emosional.


Strict parenting bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menanamkan disiplin dan tanggung jawab, tetapi di sisi lain berpotensi menghambat perkembangan emosional anak jika dilakukan berlebihan. Kuncinya adalah menemukan keseimbangan antara aturan dan kasih sayang.


Pada akhirnya, tujuan utama parenting bukan sekadar membesarkan anak yang patuh, tetapi juga anak yang bahagia, percaya diri, dan mampu menghadapi dunia dengan baik.