Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) selama ini dikenal melalui perilaku berulang dan pikiran yang mengganggu. Namun, di balik gejala yang terlihat tersebut, terdapat dunia neurobiologi yang jauh lebih rumit dan menantang pemahaman sederhana tentang perilaku.


Penelitian terbaru di bidang ilmu saraf mulai membuka tabir tentang jaringan otak, mekanisme seluler, dan jalur molekuler yang menjadi akar penyebab OCD. Temuan ini membawa harapan baru untuk terapi yang lebih tepat sasaran dan efektif.


Jaringan Otak yang Mengendalikan OCD: Lebih dari Sekadar Perilaku Berulang


Otak manusia memiliki pusat-pusat penting yang sangat terkait dengan OCD, yaitu korteks orbitofrontal (OFC) dan ganglia basal. Studi yang dipimpin oleh Eric Burguère menemukan bahwa aktivitas berlebih di OFC berhubungan erat dengan rasa ragu yang mendalam serta perilaku pemeriksaan kompulsif yang khas pada penderita OCD.


Di sisi lain, ganglia basal, struktur otak dalam yang berperan dalam pengendalian emosi dan gerakan, memiliki peran vital dalam mengatur respons emosional yang memperkuat perilaku kompulsif. Melalui teknologi pencitraan fungsional seperti fMRI dan MEG, aktivitas neuron di kedua area ini terbukti jauh lebih tinggi pada penderita OCD dibandingkan dengan orang tanpa gangguan. Kondisi ini mengacaukan proses informasi normal dalam otak, sehingga menimbulkan rasa ragu patologis dan perilaku berulang yang terlihat secara klinis.


Pengantar pada Molekul Pengatur: Neurotransmitter sebagai Kunci


Salah satu penjelasan utama untuk gangguan aktivitas otak ini adalah ketidakseimbangan neurotransmitter, zat kimia yang mengirimkan sinyal antar neuron, seperti serotonin, dopamin, dan vasopresin. Neurotransmitter ini berfungsi sebagai penghubung utama dalam komunikasi sel-sel saraf, dan ketidakseimbangan mereka dapat mengubah cara kerja jaringan otak secara signifikan.


Dr. Beth Stevens, seorang neuroscientist terkemuka, menyoroti peran sel glia, termasuk astrosit yang sebelumnya dianggap hanya sebagai “lem” penyusun otak. Kini, penelitian menunjukkan bahwa sel-sel glia secara aktif memengaruhi perkembangan otak, fungsi, bahkan perubahan yang terjadi saat penyakit muncul. Temuan ini membuka kemungkinan bahwa pengobatan OCD ke depan tidak hanya harus menargetkan neuron, tetapi juga sel glia dan lingkungan pendukung di sekitarnya.


Gangguan Struktur dan Konektivitas Otak


Selain aktivitas berlebih, OCD juga berkaitan dengan gangguan konektivitas jaringan otak. Gabungan hasil penelitian pencitraan otak menunjukkan kelainan volume pada OFC, ganglia basal, hippocampus, korteks cingulate anterior, dan thalamus. Semua wilayah ini terhubung dalam sebuah lingkaran yang disebut cortico-striato-thalamo-cortical (CSTC), yang sangat penting untuk pengambilan keputusan dan regulasi perilaku.


Penelitian pada pasien dengan cedera otak menunjukkan bahwa kerusakan di area-area ini dapat memicu munculnya OCD, memperkuat teori bahwa gangguan ini berakar pada kerusakan jaringan. Terapi stimulasi otak dalam (deep brain stimulation/DBS) yang menargetkan bagian-bagian seperti nucleus subthalamicus dan striatum ventral juga menunjukkan hasil positif pada pasien yang sulit sembuh dengan cara lain, dengan cara mengatur ulang koneksi otak yang bermasalah.


Dimensi Kognitif dan Emosional: Mengapa Pengambilan Keputusan Jadi Sulit?


Penelitian terbaru mengidentifikasi bahwa area korteks yang berperan dalam pengambilan keputusan ketika menghadapi ketidakpastian, seperti area 8B di korteks prefrontal dorsomedial, berfungsi tidak optimal pada penderita OCD. Area ini mengintegrasikan informasi sensorik dan emosional untuk mengarahkan perilaku, dan gangguan di sini diduga menjadi penyebab dari keraguan berlebihan dan pemeriksaan kompulsif.


Dr. Valerie Voon menjelaskan, “Pasien OCD menunjukkan pengambilan keputusan yang lebih lambat dan kesulitan membedakan antara kondisi dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi dan rendah. Ini mengindikasikan bahwa OCD adalah kesulitan fundamental dalam memproses ketidakpastian, bukan sekadar perilaku berulang.”


Memahami OCD sebagai gangguan kompleks yang melibatkan kelainan jaringan otak di tingkat molekul, sel, dan sirkuit, membuka pintu bagi terapi yang lebih canggih dan personal. Mulai dari stimulasi otak dalam yang disesuaikan, obat-obatan yang mengatur ulang keseimbangan neurotransmitter, hingga terapi inovatif yang menargetkan sel glia, kini menjadi harapan baru dalam penanganan OCD.