Tubuh manusia memiliki sistem waktu internal yang bekerja selama 24 jam penuh, dikenal sebagai ritme sirkadian. Sistem ini berperan penting dalam mengatur berbagai fungsi vital seperti produksi hormon, metabolisme, detak jantung, hingga siklus tidur dan bangun.
Namun, apa jadinya jika ritme ini terganggu? Apakah benar ritme tubuh bisa dikembalikan ke pola normal?
Memahami Sistem Sirkadian dari Tingkat Seluler
Ritme sirkadian dikendalikan oleh pusat waktu utama yang terletak di bagian otak bernama suprachiasmatic nucleus (SCN), yang berada dalam hipotalamus. SCN ini bertindak sebagai “jam utama” yang menyinkronkan waktu tubuh dengan sinyal dari lingkungan sekitar, terutama cahaya. Jam utama ini kemudian mengatur jam-jam kecil lain yang tersebar hampir di semua jaringan tubuh, termasuk hati, ginjal, dan paru-paru.
Menurut penelitian terkini yang dipublikasikan dalam Nature Reviews Neuroscience tahun 2023, ritme sirkadian bekerja melalui mekanisme biologis yang dikenal sebagai transcriptional-translational feedback loops (TTFLs). Dalam mekanisme ini, gen inti seperti CLOCK, BMAL1, PER, dan CRY saling memengaruhi untuk menciptakan pola ekspresi gen yang berosilasi. Pola ini berdampak langsung pada fungsi seluler seperti aktivitas mitokondria, sensitivitas insulin, dan efisiensi perbaikan DNA.
Dampak Serius Akibat Gangguan Ritme Sirkadian
Ketidaksesuaian antara ritme internal dan lingkungan tidak hanya membuat seseorang merasa lelah atau kurang tidur. Dr. Satchidananda Panda dari Salk Institute menyampaikan bahwa ketidaksesuaian ritme sirkadian dapat meningkatkan risiko berbagai kondisi seperti diabetes tipe 2, hipertensi, gangguan suasana hati, hingga beberapa jenis kanker.
Di lingkungan medis, ketidaksesuaian ini menjadi perhatian besar, terutama bagi pekerja malam, pasien ruang perawatan intensif (ICU) yang terus terpapar cahaya buatan, serta individu yang sering berpindah zona waktu. Studi dari Journal of Clinical Sleep Medicine (2024) menunjukkan bahwa gangguan sirkadian kronis dapat mengganggu regulasi sistem kekebalan tubuh, memengaruhi efektivitas obat, serta meningkatkan peradangan sistemik dalam tubuh.
Apakah Mungkin Mengatur Ulang Jam Biologis?
Jawabannya: ya, tetapi tidak bisa dilakukan seketika. Mengatur ulang jam biologis memerlukan rangsangan yang konsisten dan terarah. Proses ini dikenal dengan istilah entrainment, yaitu menyelaraskan ritme internal tubuh dengan sinyal waktu eksternal atau zeitgeber. Terdapat tiga pendekatan utama dalam dunia medis untuk mengembalikan ritme sirkadian:
1. Paparan Cahaya yang Terjadwal
Cahaya adalah pengatur waktu paling kuat bagi tubuh manusia. Paparan cahaya di pagi hari dapat menekan produksi melatonin dan mempercepat fase sirkadian, sementara cahaya di malam hari justru dapat menundanya. Terapi cahaya dengan intensitas 10.000 lux sering digunakan untuk menangani gangguan fase tidur tertunda (DSWPD) serta gangguan afektif musiman (SAD). Penelitian terbaru di Sleep Medicine Reviews (2024) menunjukkan bahwa penggunaan terapi cahaya ini efektif jika diberikan dengan waktu yang tepat dan konsisten.
2. Penggunaan Obat Sesuai Waktu (Kronofarmakologi)
Melatonin merupakan hormon alami yang membantu mengatur siklus tidur. Suplemen melatonin, bila digunakan dengan waktu yang tepat, dapat membantu mempercepat atau menunda ritme biologis. Pendekatan ini dikenal sebagai chronobiotic dosing. Penelitian yang dipelopori oleh Dr. Alfred Lewy menunjukkan pentingnya waktu pemberian melatonin untuk mencapai efek maksimal. Namun, penggunaan melatonin tanpa arahan medis dapat memperburuk ketidaksesuaian ritme.
3. Regulasi Perilaku dan Lingkungan
Meskipun menjaga kebersihan tidur (sleep hygiene) penting, hal ini saja tidak cukup untuk menangani gangguan sirkadian. Perubahan perilaku yang terstruktur sangat membantu dalam menyelaraskan ritme tubuh. Beberapa strategi meliputi penjadwalan waktu makan, penerangan yang dikendalikan, aktivitas fisik pada jam siang, serta menghindari perangkat yang memancarkan cahaya biru pada malam hari. Uji klinis dengan perangkat pemantau ritme sirkadian menunjukkan bahwa perubahan perilaku yang konsisten selama 10–14 hari dapat menyelaraskan ulang ritme SCN secara signifikan.
Masa Depan Pengobatan Sirkadian
Ilmu kedokteran terus berkembang dengan pendekatan baru dalam mendeteksi dan memantau ritme sirkadian. Salah satunya adalah identifikasi biomarker sirkadian seperti dim-light melatonin onset (DLMO) dan analisis ekspresi gen perifer. Para peneliti di Harvard Medical School bahkan tengah mengembangkan alat diagnostik yang dapat memperkirakan fase sirkadian hanya dari satu sampel darah. Hal ini membuka jalan bagi terapi yang dipersonalisasi berdasarkan waktu tubuh masing-masing individu.
Lebih jauh lagi, pengaturan waktu pemberian obat seperti kemoterapi dan imunoterapi sedang diteliti. Data awal menunjukkan bahwa efektivitas dan efek samping obat bisa bervariasi tergantung kapan obat diberikan, karena sel tubuh menunjukkan respons yang berbeda sepanjang hari.
Implikasi Medis bagi Tenaga Kesehatan
Menyesuaikan kembali ritme sirkadian bukan lagi sekadar tren gaya hidup, melainkan kebutuhan medis yang mendesak. Seperti yang ditegaskan oleh Dr. Phyllis Zee, Kepala Divisi Pengobatan Tidur di Northwestern University dalam pidatonya pada tahun 2025, “Penyesuaian ritme sirkadian harus dijadikan tujuan klinis, bukan hanya aspirasi gaya hidup.”
Sejumlah rumah sakit dan klinik kini mulai mengintegrasikan sistem pencahayaan sirkadian, menetapkan jadwal kerja berdasarkan tipe kronotipe individu, serta mempertimbangkan waktu saat mendiagnosis dan memberikan pengobatan. Jam biologis tubuh tidaklah kaku, namun sangat fleksibel jika diatur dengan tepat. Dengan terapi cahaya, pengaturan obat, dan penyesuaian lingkungan yang sesuai, tubuh dapat kembali pada ritme alaminya.