Xeroderma Pigmentosum (XP) adalah contoh nyata bagaimana kelainan genetik yang memengaruhi sistem perbaikan DNA dapat secara drastis meningkatkan kerentanan tubuh terhadap karsinogen lingkungan, terutama sinar ultraviolet (UV).
Kondisi langka ini ditandai dengan sensitivitas ekstrem terhadap cahaya matahari dan risiko tinggi terhadap kanker kulit. Oleh karena itu, XP menjadi salah satu fokus utama dalam penelitian dermatologi molekuler dan pengobatan berbasis genom.
Penyebab Utama: Gangguan Jalur Perbaikan DNA
XP terjadi akibat mutasi ganda pada gen-gen yang terlibat dalam jalur perbaikan DNA yang dikenal sebagai nucleotide excision repair (NER). Jalur ini berfungsi mengenali dan mengangkat kerusakan DNA akibat paparan sinar UV, seperti terbentuknya cyclobutane pyrimidine dimers (CPDs) dan 6-4 photoproducts. Ketika proses ini gagal, kerusakan tersebut terus menumpuk, menyebabkan mutasi genetik dan akhirnya memicu pertumbuhan sel kanker.
Sejauh ini, para ilmuwan telah mengidentifikasi delapan kelompok gen penyebab XP, yang dikenal sebagai XP-A hingga XP-G, serta satu varian tambahan yaitu XP-V. Masing-masing kelompok berkaitan dengan fungsi spesifik dalam jalur NER:
- XPA membantu menyatukan komponen perbaikan dan memverifikasi kerusakan DNA.
- XPC berperan dalam mengenali kerusakan di seluruh genom.
- XPB dan XPD adalah bagian dari kompleks TFIIH yang membuka struktur DNA agar bisa diperbaiki.
- XP-V melibatkan gen POLH, yang memproduksi enzim DNA polimerase eta, memungkinkan penyalinan DNA tetap berjalan meski ada kerusakan akibat UV.
Gejala Klinis: Sensitivitas UV dan Kanker Kulit Usia Dini
Penderita XP sering mengalami luka bakar parah meski hanya terkena sinar matahari dalam waktu singkat. Seiring waktu, muncul bercak hitam (lentigo), perubahan pigmentasi kulit, dan penipisan kulit. Jika tidak ditangani dengan proteksi maksimal, kerusakan kulit akan terus berlanjut dan menyebabkan munculnya kanker kulit pada usia sangat muda. Kanker yang umum terjadi antara lain karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma ganas.
Tingkat keparahan gejala bisa bervariasi tergantung pada jenis mutasi genetik. Misalnya, mutasi pada XP-A dan XP-D biasanya menyebabkan gejala kulit dan gangguan saraf, sedangkan XP-C dan XP-V cenderung hanya menunjukkan kelainan pada kulit.
Gangguan Neurologis: Kerusakan DNA Tak Hanya di Kulit
Sekitar sepertiga penderita XP mengalami penurunan fungsi saraf secara progresif. Gejalanya meliputi gangguan pendengaran, penurunan koordinasi gerak, gangguan kognitif, dan refleks tendon yang melemah. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan DNA yang tidak hanya terjadi di kulit, tetapi juga di jaringan saraf, terutama jika gangguan terjadi pada proses transcription-coupled repair (TCR).
Penelitian terbaru menggunakan sel saraf yang berasal dari induced pluripotent stem cell (iPSC) penderita XP menunjukkan adanya gangguan fungsi mitokondria, penurunan produksi energi (ATP), dan peningkatan tingkat kematian sel. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan DNA yang tidak diperbaiki bisa memengaruhi baik genom inti maupun mitokondria.
Diagnosis: Pemeriksaan Genetik yang Mendalam
Meskipun gejala fisik dapat memberikan petunjuk awal, diagnosis XP memerlukan pemeriksaan laboratorium. Beberapa metode yang digunakan antara lain:
- Pengujian sintesis DNA tak terjadwal (unscheduled DNA synthesis) untuk menilai aktivitas NER.
- Fusi sel dan transveksi cDNA, untuk menentukan jenis mutasi XP.
- Pengurutan gen secara menyeluruh untuk mengidentifikasi mutasi spesifik.
Mengetahui kelompok mutasi tidak hanya mengonfirmasi diagnosis, tetapi juga membantu memprediksi perjalanan penyakit dan merancang strategi pemantauan yang lebih tepat.
Penanganan: Perlindungan Total dan Terapi Masa Depan
Pendekatan utama dalam penanganan XP adalah pencegahan. Penderita harus menghindari paparan sinar UV dengan perlindungan menyeluruh, termasuk pakaian khusus, kacamata pelindung, dan penggunaan tabir surya dengan kadar proteksi tinggi. Pemeriksaan kulit secara berkala sangat penting untuk mendeteksi lesi pra-kanker atau kanker sedini mungkin. Pengangkatan lesi dengan operasi adalah metode yang paling umum digunakan.
Terapi berbasis enzim perbaikan DNA juga mulai dikembangkan. Salah satunya adalah penggunaan enzim perbaikan DNA topikal seperti T4 endonuklease V, yang telah terbukti mampu menurunkan jumlah lesi kulit baru secara signifikan. Enzim ini bekerja menghilangkan CPDs dan telah terbukti mengurangi jumlah lesi kulit baru pada uji klinis.
Selain itu, pendekatan terapi gen juga sedang dieksplorasi. Para peneliti mencoba memperbaiki sel punca kulit secara ex vivo menggunakan teknologi CRISPR-Cas9, lalu menanamkan kembali ke tubuh pasien. Ada pula riset yang mengembangkan sistem nanopartikel untuk mengantarkan enzim perbaikan langsung ke sel kulit yang rusak.
XP sebagai Model Ilmiah Kerusakan DNA oleh UV
XP adalah model manusia yang sangat berharga untuk memahami dampak molekuler dari kerusakan DNA akibat sinar UV. Pola mutasi yang ditemukan pada penderita XP – terutama perubahan C menjadi T pada posisi dipirimidin, identik dengan pola mutasi yang terlihat pada kanker kulit akibat paparan sinar matahari pada populasi umum.
Seorang ahli biologi DNA, Dr. Alan Lehmann, pernah menyatakan bahwa "XP adalah buku pelajaran hidup tentang bagaimana kegagalan sistem perbaikan DNA bisa mengarah pada kanker dan kerusakan sistemik."
Penyakit ini tidak hanya memberikan pelajaran penting di bidang dermatologi, tapi juga menjadi pengingat akan pentingnya sistem perbaikan genetik dalam menjaga kesehatan manusia. Bukan hanya relevan di bidang dermatologi, tetapi juga menjadi tantangan besar bagi para ilmuwan dan klinisi untuk terus mencari metode perlindungan, pemantauan, dan pengobatan yang lebih efektif untuk penyakit genetik yang berakar dari ketidakstabilan genom ini. Penelitian yang terus berlanjut membuka harapan baru untuk meningkatkan kualitas hidup dan harapan hidup penderita XP.
simak video "mengenal Xeroderma Pigmentosum"
video by " Dr Dhelya"