Di tengah ledakan pesat sektor teknologi finansial atau fintech yang mengubah cara kita bertransaksi, menabung, dan berinvestasi, isu privasi data kini menjadi sorotan utama.
Setiap hari, fintech mengelola jutaan data sensitif milik pengguna, mulai dari informasi pribadi hingga catatan keuangan yang sangat rahasia. Melindungi data ini bukan hanya soal mematuhi aturan, melainkan sebuah keharusan strategis demi menjaga kepercayaan dan keberlangsungan bisnis.
Berbeda dengan bank konvensional yang berkembang selama puluhan tahun dengan regulasi ketat, banyak startup fintech muncul dengan model digital-first yang sangat cepat dan skalabel. Namun, laju pertumbuhan yang demikian pesat sering kali melewati pengembangan sistem keamanan dan privasi yang kuat, sehingga berpotensi membahayakan pengguna dengan risiko kebocoran data yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kenapa Data Keuangan Begitu Istimewa dan Rentan?
Data keuangan tidak hanya sekadar angka atau saldo rekening. Informasi ini mencakup identitas pengguna, pola perilaku, pendapatan, lokasi, hingga riwayat transaksi secara detail. Kebocoran data di sektor ini bisa berakibat fatal, mulai dari pencurian identitas, peminjaman uang secara ilegal, hingga penyalahgunaan sistem verifikasi biometrik.
Dr. Andrea Jelinek, Ketua Dewan Perlindungan Data Eropa, menyatakan dalam sebuah diskusi tahun 2024 bahwa, “Kebocoran data keuangan dapat berdampak lebih dalam dibanding data medis, karena meninggalkan jejak perilaku yang bisa digunakan untuk manipulasi dan kontrol prediktif.” Pernyataan ini menegaskan betapa pentingnya langkah privasi yang disesuaikan dengan kecanggihan teknologi fintech saat ini.
Kecerdasan Buatan dan Pengumpulan Data: Manfaat atau Risiko?
Teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin menjadi inti inovasi fintech. Alat ini memudahkan pendeteksian penipuan, penilaian kredit, dan pemberian saran investasi secara otomatis. Namun, di balik kehebatannya, AI mengharuskan pengumpulan dan analisis data dalam jumlah besar yang terkadang sulit dipahami oleh pengguna.
Kurangnya transparansi dalam algoritma pengambilan keputusan, misalnya dalam proses pemberian pinjaman, membuat pengguna tidak tahu bagaimana data mereka diproses. Jika tidak diimbangi dengan kontrol privasi yang ketat dan model AI yang mudah dijelaskan, ketidakseimbangan ini bisa mengurangi kemandirian dan hak pengguna atas data mereka.
Berbagai badan regulasi internasional seperti Consumer Financial Protection Bureau Amerika Serikat dan International Organization of Securities Commissions sudah menyoroti pentingnya tanggung jawab algoritma, terutama setelah kasus penyalahgunaan data yang mengemuka pada akhir 2023.
Regulasi Privasi Mulai Mengejar, Tapi Masih Kurang Cepat
Pada pertemuan Global Privacy Assembly 2024, para pakar menegaskan kebutuhan pendekatan internasional yang menyeluruh, apalagi dengan makin maraknya teknologi keuangan terdesentralisasi (DeFi) dan blockchain. Teknologi-teknologi ini mengaburkan batas wilayah hukum, membuat penegakan aturan privasi lokal menjadi sangat menantang tanpa adanya kerja sama global yang erat.
Biometrik dan Analitik Perilaku: Antara Keamanan dan Privasi
Tahun 2025 menunjukkan tren banyak platform fintech menggantikan kata sandi tradisional dengan verifikasi biometrik seperti sidik jari, suara, atau wajah. Meski praktis, metode ini menimbulkan kekhawatiran jangka panjang karena data biometrik tidak dapat diubah jika sampai bocor.
Selain itu, analitik perilaku, misalnya pola mengetik, menggeser layar, atau menggulir semakin sering digunakan untuk mendeteksi penipuan. Namun, metode pengawasan tanpa disadari ini menimbulkan persoalan etis terkait persetujuan pengguna dan pengawasan berkelanjutan.
Peneliti keamanan siber Dr. Priya Natarajan mengingatkan, “Data biometrik dan perilaku yang dikumpulkan secara masif bisa menjadi komoditas. Tanpa protokol akses yang ketat, data anonim pun bisa dibalikkan untuk mengungkap identitas.”
Membangun Kepercayaan Melalui Praktik Data yang Transparan
Salah satu tantangan utama fintech adalah mencari keseimbangan antara inovasi dan tanggung jawab. Kebijakan privasi yang transparan, hak kepemilikan data yang jelas, dan kontrol yang diberikan kepada pengguna kini menjadi keharusan untuk menjaga kepercayaan dalam ekosistem keuangan digital.
Para ahli privasi menyarankan pergeseran dari model “pemberitahuan dan persetujuan” menjadi kerangka kerja “pengelolaan data.” Model ini menekankan akuntabilitas yang terintegrasi sejak awal, di mana privasi bukan hanya diatur melalui aturan hukum, tapi sudah menjadi bagian dari desain platform.
Selain itu, pengembang fintech didorong untuk mengadopsi teknologi peningkatan privasi seperti enkripsi homomorfik dan privasi diferensial. Teknologi ini memungkinkan analisis data tanpa mengekspos informasi mentah pengguna, membuka peluang inovasi yang etis dan aman.
Kerugian Nyata Akibat Kelalaian Privasi Data
Lebih dari sekadar denda dan kerugian reputasi, dampak pelanggaran privasi di sektor fintech sangat mendalam secara sosial dan ekonomi. Korban kebocoran data sering menghadapi kerusakan kredit jangka panjang, tekanan psikologis, hingga kesulitan mendapatkan tempat tinggal atau pekerjaan.
Terlebih di komunitas yang sebelumnya tidak terlayani oleh layanan keuangan, di mana fintech menjadi jembatan akses kredit penting, satu kali pelanggaran bisa menghapuskan kemajuan inklusi finansial selama bertahun-tahun. Privasi data bukan sekadar isu teknis, melainkan masalah kemanusiaan dan kesejahteraan ekonomi.
Masa depan fintech bergantung pada perubahan budaya, yang menghargai privasi bukan sebagai hambatan, melainkan fondasi integritas finansial. Para pengembang, penasihat keuangan, dan pembuat regulasi harus berkolaborasi menciptakan sistem yang tidak hanya patuh aturan, tapi juga menghormati martabat manusia.
simak video "keamanan fintech"
video by "KoinWorks"