Retinitis Pigmentosa (RP) adalah kelompok penyakit distrofik retina yang diturunkan secara genetik dan perlahan-lahan mencuri kemampuan penglihatan malam serta penglihatan tepi seseorang. Berbeda dengan kehilangan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, RP berkembang secara perlahan sehingga sering kali luput dari deteksi dini.


Penyakit ini terutama memengaruhi sel-sel fotoreseptor, yaitu batang dan kerucut yang lama-kelamaan mengalami kerusakan progresif dan dalam banyak kasus dapat berujung pada kebutaan total. Diperkirakan sekitar 1 dari 4.000 orang di seluruh dunia mengalami RP, menjadikannya salah satu bentuk penyakit retina turunan.


Proses Terjadinya RP: Mutasi Genetik dan Kerusakan Fotoreseptor


RP umumnya disebabkan oleh mutasi pada lebih dari 100 gen yang berperan dalam struktur dan fungsi retina. Mutasi-mutuasi ini mengganggu proses fototransduksi atau kestabilan seluler, khususnya pada sel batang yang sangat penting untuk penglihatan di malam hari. Ketika sel batang mulai rusak, sel kerucut yang bertanggung jawab atas penglihatan pusat dan warna, ikut terdampak akibat mekanisme degeneratif sekunder seperti stres oksidatif dan gangguan transportasi nutrisi.


Salah satu bentuk RP yang paling banyak diteliti disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR (retinitis pigmentosa GTPase regulator), yang biasanya mengakibatkan RP yang terkait kromosom X. Menurut Dr. Stephen Tsang, seorang pakar genetika retina dari Universitas Columbia, "Mutasi pada RPGR tergolong paling parah, sering kali menyebabkan kehilangan penglihatan sejak usia muda, terutama pada pria."


Gejala Klinis: Perjalanan Menuju Kehilangan Penglihatan


Gejala awal yang paling umum dari RP adalah rabun senja (nyctalopia), yang sering muncul sejak masa kanak-kanak atau remaja. Seiring perkembangan penyakit, pasien umumnya mengalami:


- Pandangan terowongan akibat hilangnya penglihatan tepi


- Kesulitan beradaptasi dari cahaya terang ke gelap


- Melihat kilatan cahaya (fotopsia)


- Pada tahap lanjut, kehilangan penglihatan pusat karena kerusakan pada sel kerucut


Teknik Diagnosis: Lebih dari Sekadar Pemeriksaan Mata Biasa


RP tidak bisa dideteksi hanya melalui pemeriksaan mata rutin. Diagnosis menyeluruh melibatkan beberapa metode khusus seperti:


- Elektroretinografi (ERG): Mengukur aktivitas listrik retina dan biasanya menunjukkan respons batang yang menurun atau tidak ada sama sekali.


- Optical Coherence Tomography (OCT): Menampilkan penipisan lapisan luar retina, terutama lapisan fotoreseptor.


- Tes Genetik: Mengidentifikasi mutasi gen penyebab dan sangat penting untuk memastikan diagnosis serta menentukan kelayakan untuk terapi gen.


Pengobatan Saat Ini: Fokus pada Manajemen, Bukan Penyembuhan


Hingga tahun 2025, belum ada pengobatan tunggal yang dapat menyembuhkan RP sepenuhnya. Namun, berbagai pendekatan terapi mulai menunjukkan hasil yang menjanjikan, di antaranya:


- Terapi Genetik


Terapi gen yang telah disetujui oleh FDA, seperti voretigene neparvovec-rzyl (Luxturna), ditujukan untuk RP yang disebabkan oleh mutasi gen RPE65. Meski hanya berlaku untuk sebagian kecil pasien RP, kemunculan terapi ini menjadi titik awal revolusi pengobatan presisi untuk gangguan retina turunan.


- Implan Retina


Perangkat seperti Argus II Retinal Prosthesis System dikembangkan untuk mengembalikan sebagian fungsi penglihatan pada pasien RP stadium lanjut. Penggunaannya memang masih terbatas, tetapi generasi baru implan saat ini sedang diuji secara klinis.


- Suplemen Vitamin


Beberapa dokter menyarankan konsumsi vitamin A palmitate dosis tinggi (15.000 IU/hari) untuk memperlambat perkembangan RP tertentu. Namun, penggunaannya harus diawasi ketat karena dapat menimbulkan risiko toksisitas hati.


Terobosan Baru: Harapan di Ujung Terang


Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian RP telah mencapai terobosan besar. Beberapa pendekatan terbaru yang sedang dikembangkan meliputi:


- CRISPR dan Pengeditan Genetik:


Uji klinis seperti EDIT-101 yang menargetkan mutasi gen CEP290 sedang mengeksplorasi kemungkinan memperbaiki DNA secara langsung dalam sel fotoreseptor.


- Terapi Sel Punca:


Penanaman sel epitel pigmen retina (RPE) yang dihasilkan dari sel punca pluripoten terinduksi (iPSC) bertujuan untuk mendukung dan melindungi sel fotoreseptor yang masih bertahan.


- Optogenetika:


Metode baru ini memperkenalkan protein sensitif cahaya ke dalam sel retina yang masih hidup agar dapat merespon cahaya dan memberikan persepsi visual terbatas kepada penderita.


Konseling Genetik: Panduan untuk Masa Depan Keluarga


Karena RP diturunkan secara genetik, konseling genetik sangat dianjurkan. Keluarga akan mendapat pemahaman tentang pola pewarisan, risiko sebagai pembawa gen, dan pilihan seperti diagnosis genetik praimplantasi (PGD). Mengetahui jenis mutasi secara tepat juga membantu menentukan kelayakan pasien untuk mengikuti terapi atau uji klinis tertentu.


Kehilangan penglihatan akibat RP tidak hanya berdampak pada aspek medis, tetapi juga memengaruhi mobilitas, pekerjaan, dan kesehatan mental seseorang. Dukungan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk rehabilitasi penglihatan rendah, teknologi bantu, serta layanan kesehatan mental sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.