Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa Toxoplasma gondii, yang kerap diremehkan karena gejalanya nyaris tak terasa pada individu yang sehat.
Namun, di balik “wajah” diamnya, parasit ini menyimpan kemampuan luar biasa: mengubah sistem saraf inangnya, memengaruhi perilaku manusia, dan bahkan menyebabkan gangguan neurologis berat, terutama pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau selama masa perkembangan janin.
Diperkirakan lebih dari 2,5 miliar orang di seluruh dunia menjadi inang parasit ini tanpa mereka sadari. Akan tetapi, penelitian terbaru mulai mengungkap seberapa jauh parasit ini memengaruhi tubuh manusia, terutama saat ia menyerang sistem saraf pusat (SSP).
Mekanisme Infeksi dan Cara Parasit Menembus Pertahanan Tubuh
Infeksi biasanya bermula dari makanan yang terkontaminasi. Daging yang kurang matang atau sayur dan air yang terpapar ookista menjadi jalan masuk utama parasit ke dalam tubuh. Begitu masuk, T. gondii berubah menjadi bentuk aktif bernama takizoit, yang menyebar cepat ke berbagai jaringan tubuh.
Yang mengejutkan, parasit ini tak sekadar masuk ke otak lewat aliran darah. Ia cerdik menggunakan strategi “kuda Troya”—menyusup ke dalam sel-sel imun seperti monosit dan sel dendritik, lalu menumpang hingga ke jaringan otak. Penelitian tahun 2023 oleh tim dari Universitas Johns Hopkins menemukan bahwa proses ini dibantu oleh sinyal tertentu di permukaan sel, yakni ICAM-1 dan CCR7.
Penelitian tahun 2023 oleh Dr. Isabelle Coppens dari Universitas Johns Hopkins menunjukkan bahwa proses ini difasilitasi oleh sinyal ICAM-1 dan CCR7. Sesampainya di otak, takizoit akan berubah menjadi bentuk dorman yang disebut bradizoit, dan membentuk kista yang menetap di jaringan otak. Kista ini bisa tetap tidak menimbulkan gejala selama bertahun-tahun atau menjadi berbahaya jika dipicu oleh faktor tertentu.
Koneksi Otak: Dampak pada Perilaku dan Sistem Saraf
Salah satu temuan paling mengejutkan dari studi tentang T. gondii adalah kemampuannya memengaruhi perilaku inangnya. Pada hewan seperti tikus, infeksi ini dapat menghilangkan rasa takut alami mereka terhadap predator. Perubahan perilaku ini diyakini berhubungan erat dengan gangguan sistem dopamin.
Mengapa ini terjadi? Parasit ini ternyata membawa gen yang dapat menghasilkan enzim tirosin hidroksilase, enzim kunci dalam pembentukan dopamin, zat kimia yang berperan besar dalam pengaturan emosi, keputusan, dan reaksi kita terhadap lingkungan.
Dalam studi pada manusia, infeksi kronis oleh parasit ini dikaitkan dengan berbagai gangguan, antara lain:
- Penurunan fungsi kognitif
- Peningkatan risiko gangguan kejiwaan seperti skizofrenia dan bipolar
- Meningkatnya impulsivitas serta perilaku menyakiti diri sendiri
Tantangan Pengobatan dan Arah Riset Terkini
Hingga saat ini, pengobatan toksoplasmosis masih terbatas. Kombinasi obat yang telah digunakan selama beberapa dekade—pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin—memang efektif melawan takizoit, tetapi tidak mampu menghancurkan kista bradizoit yang menetap.
Upaya riset terbaru kini difokuskan untuk:
- Menargetkan jalur metabolisme spesifik pada bradizoit
- Menghambat pembentukan dinding kista dengan senyawa seperti benzoksaborol dan inhibitor HDAC
- Menstimulasi sistem imun tubuh agar mampu membersihkan kista secara alami
Masa Depan: Perpaduan Ilmu Saraf dan Imunologi
Perkembangan ilmu saraf dan imunologi membuka cakrawala baru dalam memahami strategi bertahan hidup T. gondii. Dr. Lena Pernas, seorang ahli neuroimunologi dari Universitas California, menyoroti bagaimana parasit ini dapat membajak mitokondria sel inang untuk mempertahankan hidupnya. Mekanisme ini diyakini sebagai titik lemah yang bisa dijadikan target terapi baru di masa mendatang.
Selain itu, kampanye kesehatan masyarakat mulai memasukkan edukasi tentang toksoplasmosis dalam perawatan kehamilan, terutama di daerah dengan risiko tinggi. Teknologi pengeditan gen seperti CRISPR-Cas9 juga mulai digunakan untuk meneliti interaksi antara parasit dan inang hingga tingkat molekuler.
Toxoplasma gondii sering kali dianggap tidak berbahaya, padahal bukti ilmiah terbaru menunjukkan sebaliknya. Parasit ini bukan hanya ancaman mikrobiologis, tetapi juga bisa mengganggu sistem saraf, memengaruhi kejiwaan, dan bertahan dalam tubuh manusia selama puluhan tahun.