Tahukah Anda bahwa ada penyakit autoimun langka yang bisa menyerang sel darah merah hanya karena terpapar suhu rendah? Salah satunya adalah penyakit langka bernama Cold Agglutinin Disease (CAD), atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Penyakit Aglutinin Dingin.


CAD merupakan bentuk dari anemia hemolitik autoimun (AIHA), namun memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari tipe AIHA lainnya. Dalam kondisi ini, sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi abnormal yang aktif saat suhu tubuh menurun, khususnya di area ekstremitas seperti tangan dan kaki.


Apa Itu Cold Agglutinin Disease?


CAD terjadi ketika antibodi jenis IgM secara tidak normal menempel pada permukaan sel darah merah pada suhu rendah, umumnya sekitar 3°C hingga 4°C. Antibodi ini terutama menyerang antigen “I” yang terdapat pada eritrosit. Antibodi ini dapat bersifat poliklonal, namun pada CAD primer yang sering kali terkait dengan kelainan limfoproliferatif ringan, antibodi biasanya bersifat monoklonal dan diproduksi oleh sel B CD20+.


Berbeda dengan AIHA tipe hangat yang umumnya disebabkan oleh fagositosis sel darah merah di limpa, CAD lebih banyak menyebabkan kerusakan sel darah merah secara langsung di dalam pembuluh darah. Mekanisme utama penghancuran ini melibatkan sistem komplemen, khususnya jalur klasik yang diaktifkan saat antibodi IgM menempel pada eritrosit di suhu rendah. Akibatnya, terjadi deposisi komplemen seperti C3b yang memicu penghancuran sel darah merah di hati, atau bahkan lisis langsung jika terbentuk membrane attack complex.


Uji Coombs atau direct antiglobulin test (DAT) pada pasien CAD biasanya menunjukkan hasil positif kuat untuk C3d namun negatif untuk IgG menjadi penanda khas dari penyakit ini.


Mengenal CAD Primer dan Sekunder: Mengapa Perbedaannya Penting?


Perkembangan paling mencolok dalam terapi CAD adalah hadirnya sutimlimab (Enjaymo™), antibodi monoklonal manusiawi yang secara selektif menghentikan aktivasi jalur klasik komplemen tanpa mengganggu jalur lainnya, sehingga tetap menjaga daya tahan tubuh terhadap infeksi.


Dalam uji klinis CARDINAL (Blood, 2022), sutimlimab menunjukkan hasil mencengangkan:


- Kenaikan hemoglobin ≥2,0 g/dL dalam waktu 5 minggu.


- 73% pasien tidak membutuhkan transfusi selama 6 bulan.


- Penurunan drastis gejala kelelahan dan penanda hemolisis seperti LDH dan bilirubin.


Sutimlimab benar-benar mengubah paradigma pengobatan CAD, tak hanya menghentikan hemolisis tetapi juga meningkatkan kualitas hidup penderita secara nyata.


Diagnosis Lebih Akurat: Tak Cukup Hanya Tes Biasa


Kini, deteksi CAD memerlukan pendekatan diagnostik yang lebih rinci. Beberapa langkah penting mencakup:


- Mengukur titer aglutinin dingin pada berbagai suhu.


- Tes thermal amplitude untuk menentukan suhu kritis yang memicu penggumpalan darah.


- Imunofenotipe sumsum tulang dan elektroforesis imunofiksasi (IFE) guna mendeteksi adanya gammopati monoklonal.


- Pemeriksaan panel komplemen seperti C4 dan CH50, yang dapat memperkuat bukti adanya konsumsi komplemen dalam proses penyakit.


Strategi Terapi Terkini: Dari Pencegahan hingga Terapi Bertarget


1. Perlindungan dari Suhu Dingin dan Dukungan Dasar


Langkah pertama dalam menangani CAD adalah dengan menghindari paparan terhadap suhu dingin. Pasien disarankan untuk tidak mengonsumsi minuman dingin, tidak berada di ruangan ber-AC berlebihan, dan melindungi tubuh dari paparan udara dingin. Transfusi darah mungkin dibutuhkan saat terjadi krisis hemolitik, namun harus dilakukan dengan prosedur pemanasan untuk mencegah kondisi semakin memburuk. Suplementasi asam folat juga sering diberikan guna mendukung pembentukan sel darah merah baru, meskipun tidak memengaruhi jalannya penyakit secara langsung.


2. Imunokemoterapi: Fokus pada Pengendalian Sel B


Penggunaan kortikosteroid atau pengangkatan limpa tidak efektif dalam CAD karena mekanisme penghancuran sel terjadi di dalam pembuluh darah dan hati. Terapi yang lebih efektif saat ini adalah penggunaan rituximab, baik sebagai terapi tunggal maupun dikombinasikan dengan bendamustine atau fludarabine. Pendekatan ini bertujuan menekan sel B yang memproduksi antibodi abnormal. Hasilnya, remisi klinis dapat dicapai hingga 60% pasien, meskipun risiko kambuh tetap ada.


3. Inhibitor Komplement: Revolusi Terapi CAD


Terobosan terbesar dalam terapi CAD adalah hadirnya sutimlimab (Enjaymo™), antibodi monoklonal yang secara selektif menghambat protein C1s pada jalur klasik komplemen. Obat ini disetujui oleh FDA pada tahun 2022 dan telah terbukti efektif dalam uji klinis CARDINAL. Dalam studi tersebut, sebagian besar pasien mengalami peningkatan kadar hemoglobin ≥2,0 g/dL hanya dalam 5 minggu, dengan 73% pasien tidak memerlukan transfusi selama 26 minggu terapi. Selain itu, kelelahan dan gejala hemolitik menurun drastis.


Sutimlimab menjadi tonggak penting dalam penanganan CAD karena tidak hanya menghentikan hemolisis, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Beberapa terapi lain yang sedang dikembangkan termasuk pegcetacoplan (inhibitor C3) dan ravulizumab (penghambat komplemen terminal), meskipun penggunaannya dalam CAD masih dalam tahap uji coba.


Tantangan Pengelolaan Jangka Panjang


Meskipun terapi bertarget memberikan hasil menjanjikan, tantangan besar tetap ada, seperti:


- Belum diketahui pasti berapa lama terapi C1s seperti sutimlimab harus diberikan untuk mencegah kekambuhan.


- Potensi resistensi terhadap terapi atau munculnya mutasi pelarian dalam komponen komplemen.


- Harga terapi biologis seperti sutimlimab yang sangat tinggi, menjadi kendala bagi akses luas.


Masa depan terapi CAD kemungkinan akan mengarah pada pendekatan pengobatan presisi, menggabungkan informasi tentang profil komplemen pasien, klonalitas sel B, dan kecenderungan genetik. Pendekatan ini dapat membantu menentukan terapi yang paling efektif dan tepat sasaran. Registri internasional seperti CADENCE Registry kini tengah mengumpulkan data global untuk mendukung pengembangan strategi pengobatan yang lebih canggih.


Strategi kombinasi antara deplesi sel B dan inhibisi komplemen juga tengah diuji, memberikan harapan baru namun tetap harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena potensi efek imun supresi ganda.


Cold Agglutinin Disease memang tergolong langka, tetapi dampaknya bisa sangat besar terhadap kesehatan dan kenyamanan hidup seseorang. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme penyakit, serta hadirnya terapi-terapi canggih seperti sutimlimab, harapan hidup dan kualitas hidup penderita CAD kini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Tetap waspada terhadap gejala, jaga suhu tubuh, dan konsultasikan segera jika Anda mengalami gejala anemia yang tidak biasa, terutama saat suhu turun!