Ankylosing Spondylitis (AS) selama ini dikenal luas sebagai penyakit yang sangat berkaitan dengan keberadaan HLA-B27, suatu alel MHC kelas I yang ditemukan pada hingga 90% pasien. Namun, studi imunogenetik terbaru menunjukkan bahwa keberadaan HLA-B27 saja tidak cukup untuk memicu penyakit ini.
Penelitian kini mengarah pada peran enzim endoplasmic reticulum aminopeptidase 1 (ERAP1), yang berperan dalam pemrosesan antigen. ERAP1 diduga mengubah presentasi peptida sehingga menimbulkan respon T-sel yang menyimpang.
Menurut Dr. Muhammad Asim Khan, seorang ahli reumatologi terkemuka dari Case Western Reserve University, “kami tidak lagi memandang AS sebagai gangguan akibat satu gen saja, melainkan kondisi kompleks yang dipicu oleh berbagai faktor imunologis.” Tak hanya itu, interaksi antara sistem kekebalan tubuh dan mikrobiota usus juga mulai mendapat perhatian. Ketidakseimbangan mikroorganisme, terutama bakteri Prevotella, dapat mengaktifkan jalur inflamasi IL-23/IL-17 yang memperparah peradangan sistemik. Selain itu, permeabilitas epitel usus yang tinggi pada pasien AS memperbesar paparan antigenik, memperparah aktivasi kekebalan yang berlangsung kronis.
Jalur Imunologi: Peran Penting IL-17 dalam Perkembangan Penyakit
Dalam perkembangan terbaru, jalur IL-17 dan IL-23 diketahui memegang peranan sentral dalam proses peradangan pada AS. Sebelumnya, terapi hanya berfokus pada penghambatan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), namun kini inhibitor IL-17 menjadi alternatif menjanjikan, khususnya bagi pasien yang tidak merespons terapi TNF. Salah satu yang menonjol adalah secukinumab, antibodi monoklonal yang secara spesifik menargetkan IL-17A. Berdasarkan uji klinis fase III MEASURE, terapi ini secara signifikan menurunkan skor Aktifitas Penyakit AS (ASDAS) dan memberikan perbaikan jangka panjang pada hasil MRI tulang belakang selama 104 minggu.
Pendekatan yang menargetkan sitokin tertentu ini mencerminkan prinsip pengobatan presisi, di mana terapi disesuaikan berdasarkan profil molekuler pasien, bukan hanya gejala klinis semata.
Kemajuan Diagnosis: Peranan MRI dalam Deteksi Dini
Diagnosis AS, terutama yang belum menunjukkan kerusakan tulang jelas (non-radiografik), kini semakin akurat berkat teknologi MRI dengan metode STIR (Short Tau Inversion Recovery). Teknik ini memungkinkan deteksi lesi inflamasi aktif pada sendi sakroiliaka sebelum kerusakan struktural tampak pada foto rontgen.
Dr. Xenofon Baraliakos dari Ruhr-University Bochum menegaskan bahwa “MRI telah merevolusi ambang diagnosis kami, sekarang kami dapat melakukan intervensi pada jendela waktu yang sebelumnya tak terlihat.” Kriteria New York yang telah lama digunakan kini mulai dilengkapi dengan sistem klasifikasi ASAS yang mencakup tanda-tanda inflamasi objektif seperti peningkatan CRP dan perubahan MRI serta lamanya gejala.
Kerangka Terapi: Biologik dan Intervensi Spesifik Mekanisme
Meski obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) masih menjadi pilihan pertama pada tahap awal, keberadaan terapi biologik telah mengubah cara mengendalikan AS secara menyeluruh. Obat-obatan seperti adalimumab dan etanercept yang menargetkan TNF-α tetap menjadi andalan, tetapi inhibitor IL-17 mulai banyak digunakan, terutama untuk pasien dengan gejala enthesitis yang parah atau mereka yang tidak bisa memakai TNF inhibitor.644444
Inhibitor Janus kinase (JAK), seperti tofacitinib dan upadacitinib, tengah diuji dalam uji klinis fase II. Terapi ini bekerja dengan menghambat sinyal sitokin di dalam sel, dan memberikan harapan pada kasus AS yang sulit diatasi atau dengan gejala gabungan aksial dan perifer yang berat.
Rehabilitasi Fungsional: Mengatasi Keterbatasan Jangka Panjang
Meskipun obat dapat mengontrol peradangan, gangguan fungsi tubuh seringkali masih terjadi, terutama pada tahap lanjut AS. Masalah seperti keterbatasan paru karena ankylosis kostovertebral, kelainan postur kifotik, dan gangguan tidur memerlukan penanganan rehabilitatif yang komprehensif. Terapi koreksi postur, latihan kelenturan tulang belakang, dan fisioterapi pernapasan kini menjadi bagian penting dari protokol multidisiplin.
Penelitian dari Karolinska Institute menunjukkan bahwa terapi fisik yang dimulai lebih awal dapat mengurangi progresi radiografik hingga 20% dalam lima tahun.
Keterlibatan Sistemik: Gejala di Luar Tulang Belakang dan Manajemen Komorbiditas
AS jarang hanya menyerang tulang belakang. Peradangan mata akut (uveitis anterior) muncul pada hingga 40% pasien dan harus ditangani segera untuk mencegah gangguan penglihatan permanen. Kelainan katup jantung seperti insufisiensi aorta, penyakit radang usus, dan psoriasis juga sering menyertai dan memerlukan penanganan bersama.
Pedoman terkini merekomendasikan pemeriksaan echocardiography bagi pasien AS berisiko tinggi serta pemeriksaan mata rutin bagi mereka yang mengalami gejala mata berulang. Pemilihan terapi biologik juga harus mempertimbangkan komorbiditas tersebut, misalnya TNF inhibitor dengan efektivitas pada penyakit usus bisa menjadi pilihan utama untuk pasien AS yang juga mengalami gangguan pencernaan.
Masa Depan Pengobatan: Biomarker, Kecerdasan Buatan, dan Target Baru
Data terbaru dari studi proteomik dan transkriptomik menunjukkan potensi biomarker seperti calprotectin, CXCL13, dan IL-6 dalam mendeteksi dini penyakit serta memprediksi respons terhadap terapi. Model pembelajaran mesin seperti neural network yang menggabungkan data laboratorium dan pencitraan kini mulai diuji untuk meningkatkan akurasi diagnosis.
Target pengobatan baru pun mulai bermunculan, termasuk inhibitor RORγt yang bertujuan menekan produksi IL-17 sejak proses transkripsi, serta terapi yang berfokus memulihkan keseimbangan mikrobiota usus.
Pengelolaan AS kini tidak lagi sekadar mengontrol gejala, melainkan mengejar modifikasi penyakit secara menyeluruh. Melalui integrasi profil imunogenetik, pencitraan dini, terapi biologik yang disesuaikan, dan rehabilitasi fungsional, pendekatan multidimensional kini menjadi kunci. Masa depan pengobatan AS sangat bergantung pada penemuan biomarker awal, pemanfaatan kecerdasan buatan untuk stratifikasi risiko, dan eksplorasi lebih lanjut mengenai hubungan mikrobiota dan sistem imun.