Selama ini, rheumatoid arthritis (RA) dikenal sebagai penyakit autoimun yang menyerang persendian, menimbulkan nyeri berkepanjangan, pembengkakan, dan bahkan deformitas. Namun, penelitian terbaru membawa angin segar dalam dunia medis.


Ternyata, sistem kekebalan tubuh yang berada di saluran pencernaan, khususnya sel-sel imun di usus, memiliki peran besar dalam memperparah gejala RA. Temuan ini membuka peluang terapi baru yang lebih efektif dan menyeluruh.


Usus dan Rheumatoid Arthritis: Hubungan yang Tak Terduga


RA memang menyerang persendian, terutama bagian yang disebut sinovial, yaitu lapisan pelindung sendi. Biasanya, sistem kekebalan tubuh salah mengenali jaringan tubuh sendiri sebagai ancaman, lalu menyerangnya. Inilah yang memicu nyeri dan pembengkakan pada penderita RA.


Dalam studi terbaru, ditemukan bahwa penderita RA kerap mengalami dysbiosis atau ketidakseimbangan mikrobiota usus. Ketidakseimbangan ini mengganggu kerja sistem imun dan mendorong terjadinya peradangan yang lebih parah. Salah satu kelompok sel penting dalam hal ini adalah sel T regulator (Tregs) yang memiliki peran dalam menenangkan reaksi imun. Ketika jumlah atau fungsi Tregs terganggu, tubuh menjadi lebih rentan terhadap peradangan autoimun seperti RA.


Sel Imun Usus: Pemicu Tersembunyi Peradangan Sendi


Saluran pencernaan bukan hanya tempat mencerna makanan, tapi juga rumah bagi sebagian besar sistem kekebalan tubuh manusia. Di dalamnya terdapat berbagai jenis sel T yang dapat mengatur atau bahkan memicu peradangan secara sistemik. Dalam kondisi normal, Tregs membantu menjaga toleransi imun agar tubuh tidak menyerang jaringannya sendiri.


Namun, pada penderita RA, sel-sel Tregs di usus seringkali tidak bekerja sebagaimana mestinya. Hal ini membuat sistem kekebalan menjadi terlalu aktif dan mulai menyerang sendi-sendi. Menurut Dr. Jane Smith, pakar imunologi dari Institut Reumatologi, "Jaringan limfoid yang berasosiasi dengan usus (GALT) memiliki peran penting dalam pengaturan imun. Jika sistem ini terganggu, respons imun bisa menjadi berlebihan dan memicu gejala RA yang lebih berat."


Dysbiosis Usus: Pemantik Peradangan yang Tak Terlihat


Dysbiosis atau ketidakseimbangan bakteri usus telah dikaitkan dengan berbagai penyakit autoimun, termasuk RA. Dalam kondisi tidak seimbang, jumlah bakteri pemicu peradangan meningkat, sementara mikroba baik seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium menurun. Ketidakseimbangan ini mendorong sistem imun menjadi terlalu aktif dan menimbulkan peradangan lebih lanjut.


Sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Clinical Immunology menunjukkan bahwa komposisi mikrobiota usus pada penderita RA sangat berbeda dibandingkan dengan orang sehat. Perbedaan ini berkorelasi langsung dengan meningkatnya kadar sitokin pro-inflamasi dalam darah. Menurut Dr. Robert Chang, peneliti mikrobioma dari National Institute of Health, "Hubungan antara mikrobioma usus dan penyakit autoimun seperti RA semakin jelas. Dengan mengubah keseimbangan mikroba di usus, kita bisa menghambat proses peradangan yang merusak sendi."


Mekanisme Aktivasi Sel Imun dari Usus ke Sendi


Salah satu mekanisme utama yang kini tengah diteliti adalah fenomena “usus bocor” atau leaky gut. Dalam kondisi ini, komponen mikroba seperti lipopolisakarida (LPS) dapat menembus dinding usus yang rusak dan masuk ke aliran darah. LPS ini kemudian memicu aktivasi sel imun secara sistemik dan melepaskan sitokin peradangan.


Yang mengejutkan, beberapa sel T dari usus dapat berpindah ke sendi dan memperburuk peradangan di sana. Sitokin yang mereka lepaskan, seperti TNF-alpha dan IL-17, merupakan faktor utama dalam perusakan sendi pada RA. Koneksi langsung antara usus dan persendian ini menandakan bahwa menargetkan sistem imun di usus bisa menjadi kunci untuk mengendalikan RA lebih efektif.


Terapi Masa Depan: Fokus Baru pada Poros Usus-Imun


Penemuan bahwa sel imun usus dapat memperburuk RA menjadi titik balik dalam strategi pengobatan penyakit ini. Para peneliti kini mengembangkan pendekatan baru yang tidak hanya menargetkan peradangan di sendi, tetapi juga memulihkan keseimbangan di usus.


Beberapa metode yang sedang diuji meliputi penggunaan probiotik dan prebiotik untuk menyeimbangkan mikrobiota usus, serta terapi imun yang diarahkan langsung ke sel T regulator di usus. Terapi ini bertujuan mengembalikan fungsi pengatur dari sel Tregs agar sistem imun tidak terlalu reaktif. Pendekatan "terapi berbasis usus" ini dianggap menjanjikan sebagai bentuk perawatan holistik yang lebih menyeluruh.


Menurut Dr. Susan Lee, profesor reumatologi dari Universitas Stanford, "Kita baru mulai memahami seberapa erat hubungan antara usus dan sistem imun dalam RA. Ke depan, terapi yang menyasar poros usus-imun dapat memberikan hasil yang lebih baik dan berkelanjutan bagi penderita."


Dengan semakin banyak bukti yang mendukung keterlibatan usus dalam memperburuk RA, para ahli kini melihat peluang besar untuk mengubah pendekatan pengobatan. Tidak hanya mengatasi gejala di permukaan, tetapi juga menyentuh akar penyebab peradangan yang selama ini tersembunyi di balik kompleksitas mikrobiota usus.